OLIGARKI STRUKTURAL
Dalam sebuah negara republik oligarki bisa menguasai dengan cara
POEM C
8/30/20253 min baca


Apa Itu Oligarki?
Secara sederhana, oligarki adalah sistem kekuasaan yang dikendalikan oleh sekelompok kecil orang atau elite. Kekuatan utama kelompok ini bukan pada jabatan formalnya, melainkan pada kekayaan dan sumber daya material yang mereka miliki. Diciptakannya kesenjangan sosial yang jauh sangat mempermudah oligarki mensetting masyarakat yang PRAGMATIS.
Dalam konteks sebuah republik seperti Indonesia, oligarki bekerja dengan "membajak" atau menyetir institusi-institusi demokrasi (pemerintahan, parlemen, partai politik) untuk melayani kepentingan bisnis dan kekayaan mereka, bukan kepentingan rakyat banyak. Mereka tidak perlu menjadi presiden atau menteri, tetapi mereka bisa "mengendalikan" siapa pun yang memegang jabatan tersebut.
Cara Oligarki Menguasai Republik
Penguasaan ini tidak dilakukan secara terang-terangan seperti kudeta militer, melainkan melalui jejaring pengaruh yang sistematis dan terstruktur. Berikut adalah cara-cara utama yang mereka lakukan:
1.Penguasaan Ekonomi dan Menciptakan Kesenjangan
Penguasaan kebutuhan dasar masyarakat dan menciptakan ketergantungan produk kebutuhan dasar seperti bahan pokok dan lain lain, penguasaan bahan pokok inilah awal ketergantungan secara ekonomi dan penciptaan Kesenjangan, dengan Kesenjangan akan lebih mudah mengkondisikan masyarakat menjadi PRAGMATIS. PRAGMATISME di berbagai lapisan sosial mempermudah pengkondisian psikologis Masyarakat.
2.Penguasaan Politik Melalui Pendanaan (Investasi Politik)
Ini adalah cara yang paling fundamental. Biaya untuk mengikuti pemilu (Pilpres, Pileg, Pilkada) di Indonesia sangatlah mahal. Kandidat dan partai politik membutuhkan dana yang luar biasa besar untuk kampanye, saksi di TPS, dan operasional partai.
Caranya: Para oligark (pemilik korporasi besar di sektor tambang, sawit, properti, dll.) akan menjadi donatur utama bagi para kandidat atau partai politik. Ini bukanlah sumbangan biasa, melainkan sebuah "investasi politik".
Contoh Penguasaan: Setelah kandidat yang mereka danai menang dan berkuasa, sang penguasa memiliki "utang budi". Akibatnya, kebijakan-kebijakan yang akan dibuat harus menguntungkan atau setidaknya tidak merugikan bisnis sang oligark. Misalnya, saat pemerintah akan membuat aturan soal lingkungan, pertambangan, atau ketenagakerjaan, kepentingan para pemodal ini akan sangat dipertimbangkan.
3. Memengaruhi dan Mengendalikan Proses Legislasi (Pembuatan Undang-Undang)
Parlemen (DPR) adalah lembaga yang membuat undang-undang. Dengan menguasai partai politik atau banyak anggota parlemen melalui pendanaan, oligarki dapat "memesan" atau memveto sebuah undang-undang.
Caranya: Mereka bisa menempatkan orang-orang mereka di dalam daftar calon legislatif. Selain itu, mereka bisa melakukan lobi intensif kepada para legislator untuk memastikan pasal-pasal dalam sebuah RUU (Rancangan Undang-Undang) sesuai dengan kepentingan bisnis mereka.
Contoh Penguasaan: Banyak pengamat menilai UU Cipta Kerja (Omnibus Law) adalah contoh nyata produk legislasi yang sangat kental dengan kepentingan oligarki. Proses pembuatannya yang cepat dan minim partisipasi publik dianggap lebih memprioritaskan kemudahan investasi dan kepentingan korporasi besar, terkadang dengan mengorbankan hak-hak buruh dan perlindungan lingkungan. Begitu pula dengan revisi UU Minerba (Mineral dan Batu Bara) yang memberikan kepastian perpanjangan kontrak karya bagi perusahaan tambang raksasa.
4. Kepemilikan dan Kontrol Media Massa
Informasi adalah kekuatan. Dengan menguasai media (stasiun TV, koran, portal berita online), oligarki dapat membentuk opini publik, membangun citra politisi yang mereka dukung, dan menyerang lawan politiknya.
Caranya: Di Indonesia, banyak sekali pemilik grup media besar yang juga merupakan ketua umum partai politik atau berafiliasi erat dengan kekuatan politik tertentu.
Contoh Penguasaan: Media milik seorang oligark akan cenderung memberitakan secara positif politisi atau partai yang didukungnya. Sebaliknya, berita negatif atau kritik tajam sering kali ditujukan kepada lawan politiknya. Mereka bisa "menggoreng" isu tertentu untuk mengalihkan perhatian publik dari kebijakan yang tidak populer, atau sebaliknya, membesar-besarkan pencapaian pemerintah yang mereka dukung. Ini membuat masyarakat sulit mendapatkan informasi yang objektif.
5. Menempatkan "Orang Dalam" di Posisi Strategis
Kekuasaan oligarki tidak hanya menyasar politisi, tetapi juga pos-pos strategis di birokrasi, kementerian, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Caranya: Melalui pengaruh politik yang mereka miliki, mereka bisa merekomendasikan atau "menitipkan" orang-orang kepercayaan mereka untuk menjabat sebagai menteri, dirjen, deputi, atau direksi/komisaris di BUMN.
Contoh Penguasaan: Dengan menempatkan orangnya di Kementerian ESDM, seorang oligark tambang bisa memastikan regulasi yang keluar menguntungkan bisnisnya. Dengan menempatkan orangnya di direksi BUMN karya, mereka bisa memenangkan tender proyek-proyek infrastruktur besar. Ini menciptakan apa yang disebut "kapitalisme kroni", di mana kesuksesan bisnis tidak ditentukan oleh kompetisi pasar yang sehat, tetapi oleh kedekatan dengan kekuasaan.
6. Pelemahan Penegakan Hukum
Hukum seharusnya menjadi panglima tertinggi, tetapi di bawah cengkeraman oligarki, hukum bisa menjadi alat untuk melindungi kepentingan mereka dan menyingkirkan lawan.
Caranya: Intervensi dalam proses hukum bisa terjadi. Kasus-kasus yang melibatkan para oligark atau kroni-kroninya bisa berjalan sangat lambat atau bahkan berhenti. Sebaliknya, aparat penegak hukum bisa digunakan untuk mengkriminalisasi aktivis atau warga yang menentang proyek bisnis mereka (misalnya, konflik agraria antara warga lokal dengan perusahaan sawit besar).
Contoh Penguasaan: Ketika terjadi kasus perusakan lingkungan oleh sebuah korporasi besar, proses hukumnya sering kali tidak sekuat jika dibandingkan dengan kasus pencurian kecil yang dilakukan oleh rakyat biasa. Pelemahan institusi seperti KPK juga sering dilihat sebagai cara untuk melindungi para elite dari jerat hukum korupsi.
Secara ringkas, oligarki menguasai republik dengan cara menciptakan sebuah siklus yang tak terputus: kekayaan mereka digunakan untuk membeli kekuatan politik, dan kekuatan politik itu kemudian digunakan untuk membuat kebijakan yang melipatgandakan kekayaan mereka. Dalam proses ini, esensi demokrasi, yaitu "pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat," terkikis dan berganti menjadi "pemerintahan dari segelintir elite, oleh proksi mereka, dan untuk kepentingan mereka sendiri."
POEM C
Berita
Sumber informasi terkini tentang ekonomi dan politik.
KODE ETIK & MEDIA CYBER
Analisis
info@republikindonesia.org
+62
© 2025. All rights reserved.